Jumat, 12 Juni 2015

PEMBELAJARAN KOLABORATIF

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Pada proses pembelajaran yang umum terjadi di masa kini dan masa lalu, guru selalu menempatkan siswa sebagi pribadi-pribadi yang tersendiri dan tidak saling terhubung. Mereka dibiarkan menjalani sendiri-sendiri nasib mereka sebagai pembelajar. Yang pintar akan pintar sendirian, yang kurang beruntung akan nampak bodoh juga sendirian. Hal ini tentu terkait dengan cara evaluasi yang dilakukan guru. Pada ujung evaluasi siswa akan menerima raport secara personal. Oleh karena itu, guru akan selalu menempatkan siswa sebagai individu yang saling terpisah, pun begitu tugas-tugas sekolah yang mereka berikan. Tugas yang biasanya berbentuk PR pun akan berupa pekerjaan rumah yang dikerjakan sendiri-sendiri.  Memang benar ada sesekali guru memberi tugas kelompok, namun tugas kelompok ini tidak disertakan aturan main yang jelas, sehingga tugas kelompok yang harusnya dikerjakan berkelompok cukup dikerjakan salah satu dari anggota kelompok dan dinamai ramai-ramai. Setelah dikerjakan guru pun tidak terlalu peduli apakah itu hasil kerja kelomok atau bukan.
Di masa datang guru harus membentuk atmosfir yang bisa menyuburkan kerja kelompok di dalam kelas. Kerja kelompok bukan saja akan membuat siswa belajar bersama dan saling tukar menukar informasi, namun tugas kelompok akan membuat siswa belajar berorganisasi, belajar management, mempertajam kemampuan intra dan extra personalnya, memupuk kemampuan komunikasi, kemampuan bekerjasama dan tidak kalah pentingnya mereka belajar bertanggung jawab dan kemandirian. Banyak hal bisa dipelajari siswa dengan memberikan pekerjaan kelompok kepada mereka. Inilah salah satu alasan pentingnya pembelajaran kolaboratif.
Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku “Democracy and Education” yang isinya bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan, adalah:
1.    Siswa hendaknya aktif, learning by doing.
2.    Belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik.
3.    Pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap.
4.    Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa.
5.    Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting.
6.    Kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata dan bertujuan mengembangkan dunia tersebut.
Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para siswa dan meminimalisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yaitu:
1.    Realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata.
2.    Menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran bermakna.

B.  Rumusan Masalah
1.        Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kolaboratif?
2.        Apa landasan filosofi pembelajaran kolaboratif?
3.        Apa tujuan dari pembelajaran kolaboratif?
4.        Apa manfaat dari pembelajaran kolaboratif?
5.        Apa saja sifat-sifat pembelajaran kolaboratif?
6.        Apa saja macam-macam pembelajaran kolaboratif?
7.        Apa yang dimaksud dengan teknik pembelajaran kolaboratif MURDER?
8.        Apa saja langkah-langkah pembelajaran kolaboratif?
9.        Apa kelebihan dan kekurangan pembelajaran kolaboratif?
10.    Bagaimana contoh pembelajaran kolaboratif di dalam kelas?

C.  Tujuan Penulisan
1.        Mengetahui pengertian pembelajaran kolaboratif.
2.        Mengetahui landasan filosofi pembelajaran kolaboratif.
3.        Mengetahui tujuan dari pembelajaran kolaboratif.
4.        Mengetahui manfaat dari pembelajaran kolaboratif.
5.        Mengetahui sifat-sifat pembelajaran kolaboratif.
6.        Mengetahui macam-macam pembelajaran kolaboratif.
7.        Mengetahui pengertian teknik pembelajaran kolaboratif MURDER.
8.        Mengetahui langkah-langkah pembelajaran kolaboratif.
9.        Mengetahui kelebihan dan kekurangan pembelajaran kolaboratif.
10.    Mengetahui contoh pembelajaran kolaboratif di kelas.















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Pembelajaran Kolaboratif
Model pembelajaran kolaboratif merupakan salah satu model “Student-Centered Learning” (SLC). Pada model ini, peserta belajar dituntut untuk berperan secara aktif dalam bentuk belajar bersama atau berkelompok.
Gokhale mendefinisikan bahwa “collaborative learning” mengacu pada metode pengajaran di mana siswa dalam satu kelompok yang bervariasi tingkat kecakapannya bekerjasama dalam kelompok kecil yang mengarah pada tujuan bersama. Pengertian kolaborasi sendiri yaitu:
1.    Keohane berpendapat bahwa kolaborasi adalah bekerja bersama dengan yang lain, kerja sama, bekerja dalam bagian satu tim, dan bercampur dalam satu kelompok menuju keberhasilan bersama.
2.    Patel berpendapat bahwa kolaborasi adalah suatu proses saling ketergantungan fungsional dalam mencoba untuk keterampilan koordinasi, to coordinate skills, tools, and rewards.
3.    Duin, Jorn, DeBower, dan Johnson mendefinisikan “collaboration” sebagai suatu proses di mana dua orang atau lebih merencanakan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kegiatan bersama.
Dari pengertian kolaborasi yang diungkapkan oleh berbagai ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran kolaborasi adalah suatu strategi pembelajaran di mana para siswa dengan variasi yang bertingkat bekerjasama dalam kelompok kecil ke arah satu tujuan. Dalam kelompok ini para siswa saling membantu antara satu dengan yang lain. Jadi situasi belajar kolaboratif ada unsur ketergantungan yang positif untuk mencapai kesuksesan. Pendapat lain mendefinisikan pembelajaran kolaboratif sebagai filsafat pembelajaran yang memudahkan para siswa bekerja sama, saling membina, belajar dan berubah bersama, serta maju bersama pula. Dalam situs Wikipedia, collaborative learning atau pembelajaran kolaboratif diartikan sebagai situasi dimana terdapat dua atau lebih orang belajar atau berusaha untuk belajar sesuatu secara bersama-sama.
Schrage menyatakan  pembelajaran kolaboratif melebihi aktivitas bekerjasama (kooperatif) kerana ia melibatkan kerjasama hasil penemuan dan hasil yang didapatkan daripada sekedar pembelajaran baru. Menurut Jonassen, seperti halnya pembelajaran kooperatif, pembelajaran kolaboratif juga dapat membantu siswa membina pengetahuan yang lebih bermakna jika dibandingkan dengan pembelajaran secara individu. Inti pembelajaran kolaboratif adalah bahwa para siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Antaranggota kelompok saling belajar dan membelajarkan untuk mencapai tujuan bersama. Keberhasilan kelompok adalah keberhasilan individu dan demikian pula sebaliknya.
Metode kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai proses belajar siswa sebagai berikut:
1.    Belajar itu aktif dan konstruktif
Untuk mempelajari bahan pelajaran, siswa harus terlibat secara aktif dengan bahan itu. Siswa perlu mengintegrasikan bahan baru ini dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, atau menggunakan materi baru untuk menata kembali apa yang mereka pikir mereka sudah tahu. Siswa membangun makna atau menciptakan hal baru yang terkait dengan bahan pelajaran. Tindakan pemrosesan intelektual ini – membangun, menilai, menciptakan sesuatu yang baru- adalah penting dalam pembelajaran.
2.    Belajar itu bergantung konteks
Penelitian terbaru mengatakan bahwa pembelajaran secara mendasar dipengaruhi oleh konteks dan aktivitasnya (Brown, Collins and Duguid, 1989 dalam Smith andMacGregor, 2011). Pembelajaran kolaboratif menekan siswa dalam tugas-tugas atau pertanyaan-pertanyaan yang menantang. Kegiatan model pembelajaran ini tidak dimulai dengan fakta-fakta dan gagasan dan kemudian bergerak ke aplikasi, melainkan dimulai dari permasalahan. Untuk itu siswa harus menata dengan baik fakta dan gagasan yang saling berkaitan. Alih-alih berperan sebagai pengamat pertanyaan dan jawaban, atau masalah dan penyelesaian, siswa dengan cepat menjadi praktisi. Konteks-konteks yang kaya, menantang siswa untuk mempraktikkan dan mengembangkan alasan-alasan dan keahlian menyelesaikan masalah yang tingkatannya lebih tinggi .
3.    Siswa itu beraneka latar belakang
Para siswa mempunyai perbedaan dalam banyak hal, seperti latar belakang, gaya belajar, pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima dalam kegiatan kerja sama, dan bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu pencapaian hasil bersama dalam proses belajar.
4.    Belajar itu bersifat sosial
Proses belajar merupakan proses interaksi sosial yang di dalamnya siswa membangun makna yang diterima bersama. Pembelajaran kolaboratif menghasilkan sinergi intelektual dari banyak pemikiran yang datang untuk menyelesaikan suatu masalah, dan stimulasi sosial dari hubungan timbal balik dalam suatu usaha.  Ekspolarasi, penilaian, dan feed back yang timbal balik menghasilkan pemahaman lebih baik pada sebagian siswa, dan pada penciptaan pemahaman baru untuk seluruh siswa dan guru.
Menurut Piaget dan Vigotsky, strategi pembelajaran kolaboratif didukung oleh adanya tiga teori, yaitu :
1.    Teori Kognitif
Teori ini berkaitan dengan terjadinya pertukaran konsep antar anggota kelompok pada pembelajaran kolaboratif sehingga dalam suatu kelompok akan terjadi proses transformasi ilmu pengetahuan pada setiap anggota.
2.    Teori Konstruktivisme Sosial
Pada teori ini terlihat adanya interaksi sosial antar anggota yang akan membantu perkembangan  individu dan meningkatkan sikap saling menghormati pendapat semua anggota kelompok.
3.    Teori Motivasi
Teori ini teraplikasi dalam struktur pembelajaran kolaboratif karena pembelajaran tersebut akan memberikan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk belajar, menambah keberanian anggota untuk memberi pendapat, dan menciptakan situasi saling memerlukan pada seluruh anggota dalam kelompok.
Piaget dengan konsepnya “active learning” berpendapat bahwa para siswa belajar lebih baik jika mereka berpikir secara kelompok. Piaget juga berpendapat bila suatu kelompok aktif, kelompok tersebut akan melibatkan yang lain untuk berpikir bersama, sehingga dalam belajar lebih menarik.
Berikut sejumlah strategi yang diajukan oleh Howard untuk membantu siswa fokus pada tugas pokok yang harus dikerjakannya:
1.    Membagikan secara tertulis petunjuk pelaksanaan kegiatan yang dikerjakan oleh tim. Petunjuk itu dibuat detail agar pebelajar tidak mengalami kebingungan dalam melaksanakannya. Dengan cara demikian, siswa tidak hanya menyandarkan pada ingatan semata atau catatan-catatan yang dibuat tiap anggota kelompok.
2.    Membuat schedule untuk penyelesaian tugas sementara yang di dalamnya meliputi: tanggal penyelesaian kegiatan, kartu catatan, dan garis besar penyusunan laporan. Jika schedule telah disusun, misalnya untuk melaksanakan riset perpustakaan, melakukan berbagai keterampilan di kelas yang berbeda bersama guru dari disiplin ilmu yang berbeda, atau melakukan pertemuan di tempat lain di luar kelas, semua itu harus dicantumkan di dalam schedule.
3.    Mendiskusikan dengan siswa dan memberikan lembaran evaluasi yang dapat digunakan untuk menilai aspek-aspek kegiatan kelompok. Ini berguna untuk membantu siswa memahami bagaimana menyelesaikan kegiatannya dengan baik dan benar.
4.    Mengusahakan setiap anggota kelompok memiliki buku catatan kegiatan yang dibagi ke dalam bagian-bagian guna mengorganisasikan kegiatan yang harus diselesaikan. Lembaran tugas, petunjuk pelaksanaan kegiatan, dan schedule kegiatan harus dilekatkan di bagian depan buku catatan siswa.


B.  Landasan Filosofi Pembelajaran Kolaboratif
Pembelajaran kolaboratif didasarkan pada landasan konstruktivisme sosial.  Selain itu kondisi kolaborasi diperlukan pada kondisi dunia saat ini. Silberman menyatakan bahwa pada saat ini siswa dihadapkan pada ledakan pengetahuan, perubahan yang cepat, dan ketidakpastian.  Untuk menghadapi dunia yang seperti itu diperlukan kehidupan berkelompok.  Hidup berkelompok akan menumbuhkan rasa aman, sehingga memungkin menghadapi berbagai perubahan bersama-sama. Untuk itulah perlu pembelajaran berkelompok.
Vygotsky (1896-1934) , salah satu pengagas konstruktivisme sosial, yang terkenal dengan teori “Zone of Proximal Development” (ZPD).  ”Proximal” dalam bahasa sederhana bermakna “next“. Vygotsky mengamati, ketika anak diberi tugas untuk dirinya sendiri, mereka akan bekerja sebaik-baiknya ketika mereka bekerjasama (berkolaborasi). Selanjutnya Vygotsky menyatakan, setiap manusia mempunyai potensi, dan potensi tersebut dapat teraktualisasi dengan ketuntasan belajar, tetapi di antara potensi dan aktualisasi terdapat wilayah abu-abu. “Guru berkewajiban menjadikan wilayah abu-abu ini dapat teraktualisasi, caranya dengan belajar kelompok. Dalam bahasa yang lebih umum, terdapat tiga wilayah “cannot yet do”,can do with help“, and “can do alone“. ZPD adalah wilayah  “can do with help”, wilayah ini bukan wilayah yang permanen, kuncinya adalah menarik siswa dari zona tersebut, dengan cara kolaborasi.

C.  Tujuan Pembelajaran Kolaboratif
Dalam penerapan pembelajaran kolaborasi, terdapat pergeseran peran siswa, yaitu:
1.    Dari pendengar, pengamat dan pencatat menjadi pemecah masalah yang aktif, pemberi masukan dan suka diskusi.
2.    Dari persiapan kelas dengan harapan yang rendah atau sedang, menjadi ke persiapan kelas dengan harapan yang tinggi.
3.    Dari kehadiran pribadi atau individual dengan sedikit resiko atau permasalahan, menjadi kehadiran publik dengan banyak resiko dan permasalahan.
4.    Dari pilihan pribadi menjadi pilihan yang sesuai dengan harapan komunitasnya.
5.    Dari kompetisi antar teman sejawat menjadi kolaborasi antar teman sejawat.
6.    Dari tanggung jawab dan belajar mandiri, menjadi tanggung jawab kelompok dan belajar saling ketergantungan.
7.    Dahulu melihat guru dan teks sebagai sumber utama yang memiliki otoritas dan sumber pengetahuan, sekarang guru dan teks bukanlah satu-satunya sumber belajar. Banyak sumber belajar lainnya yang dapat digali dari komunitas kelompoknya.
Belajar kolaboratif menuntut adanya modifikasi tujuan pembelajaran dari yang semula sekedar penyampaian informasi menjadi konstruksi pengetahuan oleh individu melalui belajar kelompok. Dalam belajar kolaboratif, tidak ada perbedaan tugas untuk masing-masing individu, melainkan tugas itu milik bersama dan diselesaikan secara bersama tanpa membedakan percakapan belajar siswa.
Dari uraian di atas, kita bisa mengetahui hal yang ditekankan dalam belajar kolaboratif yaitu bagaimana cara agar siswa dalam aktivitas belajar kelompok terjadi adanya kerjasama, interaksi, dan pertukaran informasi.
Selain itu, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran kolaboratif adalah sebagai berikut :
1.    Memaksimalkan proses kerja sama yang berlangsung secara alamiah di antara para siswa.
2.    Menciptakan lingkungan pembelajaran yang berpusat pada siswa, kontekstual, terintegrasi, dan bersuasana kerja sama.
3.    Menghargai pentingnya keaslian, kontribusi, dan pengalaman siswa dalam kaitannya dengan bahan pelajaran dan proses belajar.
4.    Memberi kesempatan kepada siswa menjadi partisipan aktif dalam proses belajar.
5.    Mengembangkan berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah.
6.    Mendorong eksplorasi bahan pelajaran yang melibatkan bermacam-macam sudut pandang.
7.    Menghargai pentingnya konteks sosial bagi proses belajar.
8.    Menumbuhkan hubungan yang saling mendukung dan saling menghargai di antara para siswa, dan di antara siswa dan guru.
9.    Membangun semangat belajar sepanjang hayat.

D.  Manfaat Pembelajaran Kolaboratif
Manfaat dari pembelajar kolaboratif adalah sebagai berikut:
1.    Meningkatkan pengetahuan anggota kelompok karena interaksi dalam kelompok merupakan faktor berpengaruh terhadap penguasaan konsep.
2.    Siswa belajar memecahkan masalah bersama dalam kelompok.
3.    Memupuk rasa kebersamaan antarsiswa, setiap individu tidak dapat lepas dari kelompoknya, mereka perlu mengenali sifat dan pendapat yang berbeda, serta mampu mengelolanya.
4.    Meningkatkan keberanian memunculkan ide atau pendapat untuk memecahkan masalah bagi setiap siswa yang diarahkan untuk mengajar atau memberi tahu kepada teman kelompoknya jika mengetahui dan menguasai permasalahan.
5.    Memupuk rasa tanggung jawab siswa dalam mencapai suatu tujuan bersama dalam bekerja agar tidak terjadi tumpang tindih atau perbedaan pendapat yang prinsip.
6.    Setiap anggota melihat dirinya sebagai bagian dari kelompok yang merasa memiliki tanggung jawab karena kebersamaan dalam belajar sehingga mereka memperhatikan kelompoknya.

E.  Sifat-Sifat Pembelajaran Kolaboratif
Ada empat sifat-sifat umum yaitu dua perkara berkenaan dengan perubahan hubungan antara guru dan siswa,  yang ketiga berkaitan dengan pendekatan baru penyampaian guru dan yang keempat menyatakan isi kelas kolaboratif.
1.    Berbagi informasi antara siswa dan guru
Dalam kelas tradisional, guru sebagai pemberi informasi yang mutlak di mana aliran informasi bergerak satu arah saja yaitu dari guru ke siswa dan sedikit sekali dari  siswa kepada siswa yang lain. Guru dianggap mempunyai pengetahuan tentang isi mata pelajaran, keahlian, dan pengajaran. Siswa hanya menunggu arahan yang akan diberi oleh guru. Siswa yang memberi reaksi yang berbeda dianggap sebagai pengganggu di dalam kelas, begitu juga untuk siswa  yang tidak memahami atau membantah arahan.
Akan tetapi berlainan dengan pembelajaran kolaboratif, siswa  menilai  dan sentiasa membina ilmu pengetahuan, pengalaman personal, pembinaan bahasa komunikasi, strategi dan konsep pengajaran pembelajaran sesuai teori, menggabung keadaan sosiobudaya dengan situasi pembelajaran.
2.    Pembagian kekuasaan 
Dalam pembelajaran kolaboratif, guru berbagi kekuasaan otoritas dengan siswa, dalam beberapa keadan tertentu. Kebanyakan dalam kelas tradisional guru bertanggung jawab menetapkan arah, memberi dan mengatur kerja, melihat perjalanan tugas serta menilai apa yang diajarkan. Pembelajaran kolaboratif memberi peluang siswa memahami apa yang telah diajar dalam ruang lingkup yang ditetapkan oleh guru. Guru menyediakan tugas yang sesuai arahan dan kegemaran siswa dan mengajak siswa untuk menilai apa yang diajar. Mengajak siswa menimba pengalaman mereka sendiri,  memastikan siswa berbagi strategi dan informasi, menghormati siswa lain, mendukung siswa mengemukakan ide-ide yang brilian, terlibat dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan mengajak pelajar mengambil bagian secara terbuka dan bermakna.



3.    Guru sebagai perantara (mediator)
Peranan guru di kelas sebagai perantara, ia menolong menghubungkan informasi baru dengan pengalaman yang ada dan membantu siswa bila siswa kehabisan ide.
4.    Kelompok siswa yang heterogen
Perkembangan pengalaman siswa adalah penting untuk memperkaya pembelajaran di kelas. Pada pembelajaran kolaboratif, siswa menunjukkan kemampuan mereka, menyumbang informasi dan mendengar atau membahas sumbangan informasi siswa lain.
Salah satu sifat pembelajaran kolaboratif ialah siswa tidak diasingkan dari usaha, tingkat pencapaian, kegemaran dan penilaian. Berbeda dengan kelas non-kolaboratif,  perlombaan yang bersifat individual akan melemahkan semangat bekerjasama dan menyekat peluang siswa belajar melalui berinteraksi secara bermakna dan berkesan. Siswa yang lemah tidak ada peluang untuk belajar dari siswa yang pintar atau sebaliknya. Guru yang mengajar di kelas yang dikelola secara kolaboratif dapat melihat perkembangan siswa  yang lemah dengan jelas dan terarah.
Myers memandang collaborative learning sebagai pembelajaran yang berorientasi "transaksi" ditinjau dari sisi metodologi. Orientasi itu memandang pembelajaran sebagai dialogue antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan masyarakat dan lingkungannya. Siswa dipandang sebagai pemecah masalah. Perspektif ini memandang mengajar sebagai "percakapan" di mana guru dan siswa belajar bersama-sama melalui suatu proses negosiasi. Proses negosiasi dalam pola belajar kolaborasi memiliki enam karakteristik, yakni:
1.    Anggota kelompok berbagi tugas untuk mencapai tujuan pembelajaran
2.    Di antara anggota kelompok saling memberi masukan untuk lebih memahami masalah yang dihadapi
3.    Para anggota kelompok saling menanyakan untuk lebih mengerti secara mendalam
4.    Tiap anggota kelompok memberikan kesempatan kepada anggota lain untuk berbicara dan memberi masukan
5.    Kerja tim dipertanggungjawabkan ke (orang) yang lain, dan dipertanggung-jawabkan kepada dirinya sendiri, dan
6.    Di antara anggota kelompok ada saling ketergantungan
Ada sejumlah faktor yang perlu diperhatikan dalam pola belajar kolaboratif, yakni peran siswa dan peran guru. Peran siwa yang harus dikembangkan adalah:
1.    Mengarahkan, yaitu menyusun rencana yang akan dilaksanakan dan mengajukan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi
2.    Menerangkan, yaitu memberikan penjelasan atau kesimpulan-kesimpulan pada anggota kelompok yang lain
3.    Bertanya, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan informasi yang ingin diketahui
4.    Mengkritik, yaitu mengajukan sanggahan dan mempertanyakan alasan dari usulan/ pendapat/pernyataan yang diajukan
5.    Merangkum, yaitu membuat kesimpulan dari hasil diskusi atau penjelasan yang diberikan
6.    Mencatat, yaitu membuat catatan tentang segala sesuatu yang terjadi dan diperoleh kelompok, dan
7.    Penengah, yaitu meredakan konflik dan mencoba meminimalkan ketegangan yang terjadi antara anggota kelompok.
Dalam kerja kolaboratif, siswa berbagi tanggung jawab yang digambarkan dan yang disetujui oleh tiap anggota. Persetujuan itu meliputi:
1.    Kesanggupan untuk menghadiri, kesiapan dan tepat waktu untuk memenuhi kerja tim
2.    Diskusi dan perselisihan paham memusatkan pada masalah yang dipecahkan dengan menghindarkan kritik pribadi, dan
3.    Ada tanggung jawab tugas dan menyelesaikannya tepat waktu. Siswa boleh melaksanakan tugas, sesuai dengan pengalaman mereka sendiri meskipun sedikit pengalaman dibanding anggota lainnya yang penting dapat berpikir jernih/baik sesuai dengan kapabilitasnya.
Peran-peran yang harus dihindari oleh pebelajar adalah:
1.    Free-rider, yaitu membiarkan teman-temannya melakukan tugas kelompok, tanpa berusaha ikut serta memberikan kontribusi dalam proses kolaborasi
2.    Sucker, yaitu tidak ikut serta memberikan kontribusinya karena tidak bersedia membagi pengetahuan yang dimilikinya
3.    Mendominasi, yaitu menguasai jalannya proses penyelesaian tugas, sehingga kontribusi anggota kelompok yang lain tidak optimal
4.    Ganging up on task, yaitu cenderung menghindari tugas dan hanya menunjukkan sedikit usaha untuk menyelesaikannya
Dalam pembelajaran kolaborasi, guru tidak lagi memberikan ceramah di depan kelas, tapi dapat berperan seperti:
1.    Fasilitator, dengan menyediakan sarana yang memperlancar proses belajar dengan mengatur lingkungan fisik, memberikan atau menunjukkan sumber-sumber informasi, menciptakan iklim kondusif yang dapat mendorong pebelajar memiliki sikap dan tingkah laku tertentu, dan merancang tugas
2.    Model, secara aktif berupaya menjadi contoh dalam melakukan kegiatan belajar efektif, seperti mencontohkan penggunaan strategi belajar atau cara mengungkapkan pemikiran secara verbal (think aloud) yang dapat membantu proses konstruksi pengetahuan
3.    Pelatih (coach), memberikan petunjuk, umpan balik, dan pengarahan terhadap upaya belajar siswa. Siswa tetap mencoba memecahkan masalahnya sebelum memperoleh masukan dari guru.

F.   Macam-Macam Pembelajaran Kolaboratif
Ada banyak macam pembelajaran kolaboratif yang pernah dikembangkan oleh para ahli maupun praktisi pendidikan, teristimewa oleh para ahli Student Team Learning pada John Hopkins University. Tetapi hanya sekitar sepuluh macam yang mendapatkan perhatian secara luas, yaitu :

1.    Learning Together
Dalam metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan siswa-siswa yang beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerja sama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.
2.      Teams-Games-Tournament (TGT)
Setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok.
3.    Group Investigation (GI)
Semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan forum kelas. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.
4.    Academic-Constructive Controversy (AC)
Setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar masing-masing, baik bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang dipilihnya.
5.    Jigsaw Procedure (JP)
Dalam bentuk pembelajaran ini, anggota suatu kelompok diberi tugas yang berbeda-beda tentang suatu pokok bahasan. Agar setiap anggota dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasarkan pada rata-rata skor tes kelompok.
6.    Student Team Achievement Divisions (STAD)
Para siswa dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam setiap kelompok saling belajar dan membelajarkan sesamanya. Fokusnya adalah keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu siswa. Penilaian didasarkan pada pencapaian hasil belajar individual maupun kelompok.
7.    Complex Instruction (CI)
Metode pembelajaran ini menekankan pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika dan pengetahuan sosial. Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para siswa yang sangat heterogen. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.
8.    Team Accelerated Instruction (TAI)
Bentuk pembelajaran ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kolaboratif dengan pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap anggota kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar, setiap siswa mengerjakan soal-soal tahap berikutnya. Namun jika seorang siswa belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasarkan pada hasil belajar individual maupun kelompok.
5.    Cooperative Learning Stuctures (CLS)
Dalam pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua siswa (berpasangan). Seorang siswa bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua siswa yang saling berpasangan itu berganti peran.
6.    Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
Model pembelajaran ini mirip dengan Team Accelerated Instruction. Sesuai namanya, model pembelajaran ini menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para siswa saling menilai kemampuan membaca, menulis, dan tata bahasa, baik secara tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya.
Modern Methods Of Cooperative Learning
Researcher-Developer
Date
Method
Johnson & Johnson
Mid 1960s
Learning Together & Alone
DeVries & Edwards

Early 1970s

Teams-Games-Tournaments (TGT)
Sharan & Sharan
Mid 1970s
Group Investigation
Johnson & Johnson
Mid 1970s
Constructive Controversy
Aronson & Associates
Late 1970s
Jigsaw Procedure
Slavin & Associates
Late 1970s
Student Teams Achievement Divisions (STAD)
Cohen
Early 1980s
Complex Instruction
Slavin & Associates
Early 1980s
Team Accelerated Instruction (TAI)
Kagan
Mid 1980s
Cooperative Learning Structures
Stevens, Slavin, & Associates
Late 1980s
Cooperative Integrated Reading & Composition (CIRC)

Seberapa pun banyak macam metode pembelajaran kooperatif/ kolaboratif yang pernah dikembangkan para ahli, Slavin merinci enam karakteristik dasar masing-masing, yaitu:
1.    Tujuan kelompok (group goals)
2.    Tanggung jawab individual (individual accountability)
3.    Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan (equal opportunities for success)
4.    Kompetisi antarkelompok (team competition)
5.    Pengkhususan tugas (task specialization)
6.    Adaptasi terhadap kebutuhan-kebutuhan individu (adaptation to individual needs).
Keterampilan yang dibutuhkan oleh peserta yang berpartisipasi dalam model pembelajaran kolaboratif adalah:
1.    Pembentukan kelompok
2.    Bekerja dalam satu kelompok
3.    Pemecahan masalah kelompok
4.    Manajemen perbedaan kelompok
Menurut Reid, dalam menggembangkan collaborative learning ada lima tahapan yang harus dilakukan, yaitu:
1.    Engagement
Pada tahap ini, guru melakukan penilaian terhadap kemampuan, minat, bakat dan kecerdasan yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Lalu, siswa dikelompokkan yang di dalamnya terdapat siswa terpandai, siswa sedang, dan siswa yang rendah prestasinya.
2.    Exploration
Setelah dilakukan pengelompokkan, lalu pengajar mulai memberi tugas, misalnya dengan memberi permasalahan agar dipecahkan oleh kelompok tersebut. Dengan masalah yang diperoleh, semua anggota kelompok harus berusaha untuk menyumbangkan kemampuan berupa ilmu, pendapat ataupun gagasannya.
3.    Transformation
Dari perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa, lalu setiap anggota saling bertukar pikiran dan melakukan diskusi kelompok. Dengan begitu, siswa yang semula mempunyai prestasi rendah, lama kelamaan akan dapat menaikkan prestasinya karena adanya proses transformasi dari siswa yang memiliki prestasi tinggi kepada siswa yang prestasinya rendah.
4.    Presentation
Setelah selesai melakukan diskusi dan menyusun laporan, lalu setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Pada saat salah satu kelompok melakukan presentasi, maka kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi.
5.    Reflection
Setelah selesai melakukan presentasi, lalu terjadi proses tanya-jawab antar kelompok. Kelompok yang melakukan presentasi akan menerima pertanyaan, tanggapan ataupun sanggahan dari kelompok lain. Dengan pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain, anggota kelompok harus bekerjasama secara kompak untuk menanggapi dengan baik.
Brandt menekankan adanya lima elemen dasar yang dibutuhkan agar kerjasama dalam proses pembelajaran dapat sukses, yaitu :
1.    Possitive interdependence (saling ketergantungan positif)
Yaitu siswa harus percaya bahwa mereka dalam proses belajar bersama dan mereka peduli pada proses belajar siswa yang lain. Dalam pembelajaran ini setiap siswa harus merasa bahwa ia bergantung secara positif dan terikat dengan antarsesama anggota kelompoknya dengan tanggung jawab menguasai bahan pelajaran dan memastikan bahwa semua anggota kelompoknya pun menguasainya. Mereka merasa tidak akan sukses bila siswa lain juga tidak sukses.
2.    Verbal, face to face interaction (interaksi langsung antarsiswa)
Yaitu hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan adanya komunikasi verbal antarsiswa yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Siswa harus saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar. Siswa juga harus menjelaskan, berargumen, elaborasi, dan terikat terhadap apa yang mereka pelajari sekarang untuk mengikat apa yang mereka pelajari sebelumnya.

3.    Individual accountability (pertanggungjawaban individu)
Yaitu setiap kelompok harus menyadari bahwa mereka harus belajar. Agar dalam suatu kelompok siswa dapat menyumbang, mendukung, dan membantu satu sama lain, setiap siswa dituntut harus menguasai materi yang dijadikan pokok bahasan. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari pokok bahasan dan bertanggung jawab pula terhadap hasil belajar kelompok.
4.    Social skills (keterampilan berkolaborasi)
Yaitu keterampilan sosial siswa sangat penting dalam pembelajaran. Siswa dituntut mempunyai keterampilan berkolaborasi, sehingga dalam kelompok tercipta interaksi yang dinamis untuk saling belajar dan membelajarkan sebagai bagian dari proses belajar kolaboratif. Siswa harus belajar dan diajar kepemimpian, komunikasi, kepercayaan, membangun dan keterampilan dalam memecahkan konflik.
5.    Group processing (keefektifan proses kelompok)
Yaitu kelompok harus mampu menilai kebaikan apa yang mereka kerjakan secara bersama dan bagaimana mereka dapat melakukan secara lebih baik. Siswa memproses keefektifan kelompok belajarnya dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbang belajar dan mana yang tidak serta membuat keputusan-keputusan tindakan yang dapat dilanjutkan atau yang perlu diubah.
Tiga pola pengelompokkan, yaitu  :
1.    The two-person group (tutoring)
Yaitu satu orang ditugasi mengajar yang lain. Jadi, siswa dapat berperan sebagai pengajar yang disebut tutor, sedangkan siswa yang lain disebut tutee.
2.    The small group (interactive recitation; discussion)
Adalah cara penyampaian bahan pelajaran di mana guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah.

3.    Small or large group (recitation)
Yaitu suatu metode mengajar dan guru memberikan tugas untuk mempelajari sesuatu kepada siswa, kemudian melaporkan hasilnya. Tugas-tugas yang diberikan oleh guru dapat dilaksanakan di rumah, sekolah, perpustakaan, laboratorium, atau di tempat lain.

G. Teknik Pembelajaran Kolaboratif MURDER
Pembelajaran MURDER merupakan pembelajaran yang diadaptasi dari buku karya Bob NelsonThe Complete Problem Solver ”. Teknik MURDER diartikan sebagai berikut :
1.    Mood (Suasana Hati)
Mood atau suasana hati yang positif, dapat memberikan semangat belajar yang besar sehingga konsentrasi dalam belajar dapat berjalan lancar. Dan kita dapat menyerap apa yang sedang dipelajari tanpa adanya gangguan dari fikiran-fikiran yang tidak penting untuk difikirkan.
Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang ketika siswa terbebas dari rasa takut dan menegangkan. Kecerdasan emosional ini berkaitan dengan pandangan kita tentang kehidupan, kemampuan kita bergembira, sendirian dan dengan orang lain, serta keseluruhan rasa puas dan kecewa yang kita rasakan. Hamzah menyatakan bahwa suasana hati umum juga memiliki dua skala, yaitu sebagai berikut:
a.    Optimisme, yaitu kemampuan untuk mempertahankan sikap positif yang realistis terutama dalam menghadapi masa-masa sulit. Dalam pengertian luas, optimisme berarti makna kemampuan melihat sisi tentang kehidupan dan memelihara sikap positif, sekalipun kita berada dalam kesulitan. Optimisme mengasumsikan adanya harapan dalam cara orang menghadapi kehidupan.
b.    Kebahagiaan, yaitu kemampuan untuk mensyukuri kehidupan, menyukai diri sendiri dan orang lain, dan untuk bersemangat serta bergairah dalam melakukan setiap kegiatan.
Oleh karena itu perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan bisa dilakukan, pertama, dengan menata ruangan yang apik dan menarik, yaitu yang memenuhi unsur-unsur kesehatan, kedua, melalui pengelolaan yang hidup dan bervariasi yakni dengan menggunakan pola dan model pembelajaran, media dan sumber belajar yang relevan.
2.    Understand (Memahami)
 Pemahaman adalah mengerti benar atau mengetahui benar. Pemahaman dapat diartikan juga menguasai tertentu dengan pikiran, maka belajar berarti harus mengerti secara mental makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa memahami suatu situasi. Hal ini sangat penting bagi siswa yang belajar. Memahami maksudnya, menangkap maknanya, adalah tujuan akhir dari setiap mengajar. Pemahaman memiliki arti mendasar yang meletakan bagian-bagian belajar pada proporsinya. Tanpa itu, maka skill pengetahuan dan sikap tidak akan bermakna.
3.    Recall (Pengulangan)
Mengulang adalah usaha aktif untuk memasukkan informasi ke dalam ingatan jangka panjang. Ini dapat dilakukan dengan “mengikat” fakta ke dalam ingatan visual, auditorial, atau fisik. Otak banyak memiliki perangkat ingatan. Semakin banyak perangkat (indra) yang dilibatkan, semakin baik pula sebuah informasi baru tercatat. Me-recall tidak hanya terhadap pengetahuan tentang fakta, tetapi juga mengingat akan konsep yang luas, generalisasi yang telah didistribusikan, definisi, metode dalam mendekati masalah. Me-recall, bertujuan agar siswa memiliki kesempatan untuk membentuk atau menyusun kembali informasi yang telah mereka terima.
4.    Digest (Penelaahan)
Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur melalui sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Isi atau materi pelajaran merupakan komponen kedua dalam sistem pembelajaran. Dalam konteks tertentu, materi pelajaran merupakan inti dalam proses pembelajaran. Artinya, seringnya terjadi proses pembelajaran diartikan sebagai proses penyampaian materi. Hal ini bisa dibenarkan jika tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pembelajaran (subject centere teaching). Untuk dapat menguasai materi pelajaran siswa tidak hanya berpedoman pada satu buku, karena pada dasarnya ada berbagai sumber yang bisa dijadikan sumber untuk memperoleh pengetahuan.
5.    Expand (Pengembangan)
Pengembangan merupakan hasil kumulatif dari pada pembelajaran. Hasil dari proses pembelajaran adalah perubahan perilaku siswa. Individu akan memperoleh perilaku yang baru, menetap, fungsional, positif, dan sebagainya. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran ialah perilaku secara keseluruhan yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan motorik.
6.    Review (Pelajari Kembali)
Pelajari kembali materi pelajaran yang sudah dipelajari. Suatu proses pembelajaran akan berlangsung dengan efektif apabila informasi yang dipelajari dapat diingat dengan baik dan terhindar dari lupa. Mengingat adalah proses menerima, menyimpan dan mengeluarkan kembali informasi yang telah diterima melalui pengamatan, kemudian disimpan dalam pusat kesadaran setelah diberikan tafsiran.
Proses mengingat banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang meliputi faktor individu, faktor sesuatu yang harus diingat, dan faktor lingkungan. Dari individu, proses mengingat akan lebih efektif apabila individu memiliki minat yang besar, motivasi yang kuat, memiliki metode tertentu dalam pengamatan dan pembelajaran. Maka dari itulah mempelajari kembali materi yang sudah dipelajari merupakan usaha agar ingatan itu tidak mudah lepas.
Langkah- langkah penerapan strategi pembelajaran MURDER adalah sebagai berikut:
1.    Langkah pertama berhubungan dengan suasana hati (mood) adalah ciptakan suasana hati yang positif untuk belajar. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menentukan waktu, lingkungan, dan sikap belajar yang sesuai dengan kepribadian siswa.
2.    Langkah kedua berhubungan dengan pemahaman adalah segera tandai bahan pelajaran yang tidak dimengerti. Pusatkan perhatian pada mata pelajaran tersebut atau ada baiknya melakukan bersama beberapa kelompok latihan.
3.    Langkah ketiga berhubungan dengan pengulangan adalah setelah mempelajari satu bahan dalam suatu mata pelajaran, segeralah berhenti. Setelah itu, ulangi membahas bahan pelajaran itu dengan kata-kata siswa.
4.    Langkah keempat yang berhubungan dengan penelaahan adalah segera kembali pada bahan pelajaran yang tidak dimengerti. Carilah keterangan mengenai mata pelajaran itu dari artikel, buku teks, atau sumber lainnya. Jika masih belum bisa, diskusikan dengan guru atau teman kelompok.
5.    Langkah kelima berhubungan dengan pengembangan adalah tanyakan pada diri sendiri mengenai tiga masalah di bawah ini, begitu selesai mempelajari satu mata pelajaran, yaitu:
a.    Andaikan bisa bertemu dengan penulis materi, pertanyaan atau kritik apa yang diajukan?
b.    Bagaimana bisa mengaplikasikan materi tersebut pada hal yang disukai?
c.    Bagaimana bisa membuat informasi ini menjadi menarik dan mudah dipahami oleh siswa lainnya?
6.    Langkah keenam yang berhubungan dengan review adalah pelajari kembali materi pelajaran yang sudah dipelajari.
H.  Langkah-Langkah Pembelajaran Kolaboratif
Dalam menerapkan pembelajaran kolaboratif, guru harus memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran kolaboratif sebagai berikut:
1.    Mengajar keterampilan kerja sama, mempraktikkan, dan balikan diberikan dalam hal seberapa baik keterampilan-keterampilan digunakan.
2.    Kegiatan kelas ditingkatkan untuk melaksanakan kelompok yang kohesif.
3.    Setiap individu diberi tanggung jawab untuk kegiatan belajar dan perilaku masing-masing.
Berikut ini langkah-langkah pembelajaran kolaboratif :
1.    Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-sendiri.
2.    Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis.
3.    Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.
4.    Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
5.    Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit.
6.    Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan.
7.    Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif.
8.    Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya, dan didiskusikan.

I.     Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kolaboratif
1.    Kelebihan
a.    Siswa belajar bermusyawarah
b.    Siswa belajar menghargai pendapat orang lain
c.    Dapat mengembangkan cara berpikir kritis dan rasional
d.   Dapat memupuk rasa kerja sama
e.    Adanya persaingan yang sehat

2.    Kelemahan
a.    Pendapat serta pertanyaan siswa dapat menyimpang dari pokok persoalan.
b.    Membutuhkan waktu cukup banyak.
c.    Adanya sifat-sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri atau sebaliknya yang lemah merasa rendah diri dan selalu tergantung pada orang lain.
d.   Kebulatan atau kesimpulan bahan kadang sukar dicapai

J.    Contoh Pembelajaran Kolaboratif di Kelas
Salah satu contoh strategi pembelajaran kolaboratif adalah card sort.  Strategi ini digunakan untuk mengajarkan konsep, penggolongan sifat, fakta tentang obyek, atau mengulangi informasi.  Strategi ini menguras banyak energi, sehingga tidak disarankan digunakan ketika siswa dalam kondisi letih.  Prosedurnya adalah sebagai berikut:
1.    Berilah siswa kartu indeks yang memberikan informasi atau contoh yang cocok dengan satu atau lebih katagori.
2.    Mintalah siswa untuk mencari temannya dan menemukan orang yang memiliki kartu dengan katagori yang sama.
3.    Biarkan siswa yang kartu katagorinya sama menyajikan sendiri kepada yang lainnya.
4.    Selagi masing-masing katagori dipresentasikan, buatlah point dari pembelajaran tersebut yang dirasakan penting.









BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Pembelajaran kolaborasi atau Collaborative Learning merupakan model pembelajaran yang menerapkan paradigma baru dalam teori belajar. Pendekatan ini dapat digambarkan sebagai suatu model pembelajaran dengan menumbuhkan kerja sama antar siswa, dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan yang sama. Dengan adanya pembelajaran kolaboratif, siswa lebih aktif dalam melakukan sesuatu, dengan dibentuknya kelompok-kelompok tersebut, siswa bisa berkomunikasi langsung dengan anggota lain dalam membahas tema yang telah ditentukan oleh guru. Di samping itu, siswa juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan komunikasi. Guru hanya memantau kegiatan siswa selama pembelajaran, dan guru memberikan pengarahan jika ada siswa yang memerlukan bantuan. Pembelajaran kolaboratif ini mengajarkan agar siswa berpikir lebih kritis dan aktif dalam memecahkan masalah dan mencapai tujuan yang sama.

B.  Saran
Pembelajaran kolaboratif adalah salah satu metode pembelajaran yang mempunyai banyak manfaat. Selain dapat menambah pemahaman tentang materi, dengan pembelajaran ini siswa dapat belajar bersosialisasi. Maka metode pembelajaran kolaboratif ini sangat disarankan untuk digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.







DAFTAR PUSTAKA

Muawanah, Nurul. 2011. Teknik Pembelajaran Kolaboratif Murder. http://nurul24.blogspot.com/2011/08/teknik-pembelajaran-kolaboratif-murder.html
Wikipedia. 2011. Collaborative Learning-Work. http://id.wikipedia.org/wiki/Collaborative_learning-work
Utami, Nurul. 2011. Pembelajaran Kolaboratif. http://staff.unila.ac.id/nutami/2011/10/05/pembelajaran-kolaboratif/
Mustaji. 2012. Desain Pembelajaran Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kolaborasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berkolaborasi. http://pasca.tp.ac.id/site/desain-pembelajaran-dengan-menggunakan-model-pembelajaran-kolaborasi-untuk-meningkatkan-kemampuan-berkolaborasi
Karwapi, Muhammad. 2012. Model Pembelajaran Kolaboratif Sebagai Salah Satu Model Pembelajaran yang Dilaksanakan dalam Rangka Mencapai Tujuan Pembelajaran. http://karwapi.wordpress.com/2012/11/15/model-pembelajaran-kolaboratif-sebagai-salah-satu-model-pembelajaran-yang-dilaksanakan-dalam-rangka-mencapai-tujuan-pembelajaran/
Jannah, Iftihatin. 2012. Strategi Belajar Mengajar “Kolaboratif”. http://ifti-aboutifti.blogspot.com/2012/05/strategi-belajar-mengajar-kolaboratif.html
Ayandaru, R. Hidayat. 2013. Paradigma Guru pada Pembelajaran Abad 21 (21st Century Learning). http://satyawiyatama.blogspot.com/2013/02/paradigma-guru-pada-pembelajaran-abad_16.html

1 komentar:

  1. Terima kasih atas ilmu yang telah dibagi, Pak. Semoga bermanfaat serta mendapat balasan pahala.

    BalasHapus